Oleh: Suhandri Simanullang, S.Th
1 Tesalonika 4: 11 - "Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu"
Coba renungkan sejenak ayat di atas lalu cobalah untuk memberi tahu anak-anakmu kalau hanya itulah yang perlu mereka lakukan dalam hidup.
Pada dasarnya bekerja dengan tangan sendiri harus jadi ambisi mereka. Apakah mereka perlu punya cita-cita yang tinggi? Kedengarannya itu semacam menyelesaikan sesuatu yang berbeda.
Lalu apa sih yang dimaksudkan oleh Paulus dari ayat di atas?
Ada kalanya kita semua bosan dengan perlombaan sengit atau mungkin mimpi tentang skenario di mana kita meninggalkan kota asal dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi, membuat karya tangan dan pernak-pernik sendiri atau hidup harmonis dengan orang lain.
Mari kita gali lebih dalam.
Kata Yunani dari Philotim diartikan dengan ‘bekerja, berusaha, mencoba dan belajar untuk menjadi’. Kata ini dipakai sebanyak tiga kali di Perjanjian Baru. Kata pertama dimaksudkan sebagai ambisi, yang kedengarannya tidak seperti yang biasanya kita bayangkan waktu memikirkan hal-hal yang ambisius.
Kata kedua muncul di Roma 15: 20, di mana Paulus menulis, “Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain..”
Kata terakhir tertulis di 2 Korintus 5: 9, “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya..”
Mari membandingkan ketiga pengertian ‘ambisi’ di atas dengan pengertian yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Di sana ‘ambisi’ diartikan sebagai “keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu”.
Aku mulai berpikir, ternyata semakin aku belajar, semakin aku berhasrat untuk mengenal Tuhan, semakin aku mengerti betapa berbedanya firman Tuhan dengan apa yang disampaikan oleh dunia.
Mungkin orang-orang yang tinggal di belahan dunia lain tidak terlalu terkejut dengan fakta ini. Tapi bagiku, yang lahir, dibesarkan, bekerja dan membesarkan anak-anakku di pusat kota Amerika, perenungan ini sangat mengherankanku. Aku merasa ini semacam dikotomi dan paradoks yang membuatku bertanya-tanya, ‘Apakah aku manusia yang cacat ini masih bisa diperbaiki?’
Salah satu pimpinanku sering kali berkata bahwa dalam bisnis, penting untuk menentukan sejak awal apakah orang yang kamu hadapi adalah orang yang ‘membuatku kaya’ atau ‘membuatku terkenal’. Menurut ambisi dunia ini, ucapan pimpinanku masuk akal. Kita semua harus punya sesuatu yang mendorong kita maju.
Akhir-akhir ini aku banyak merenung dan bertanya-tanya ke diriku sendiri. Segala sesuatu yang sudah aku lakukan, capai, rencanakan, pelajari dalam hidup, kemana arah semua ini? Kemana tujuannya?
Waktu aku berdoa supaya Tuhan membuat hidupku berguna, memberitahu kehendak-Nya atas hidupku, membuatku aman, untuk apa semua itu?
Hari ini, aku membaca kutipan dari penyair Inggris Samuel Johnson. Katanya, “Menjadi bahagia di rumah adalah hasil akhir dari semua ambisi.” Sontak air mataku menetes. Aku mendapati kalau selama ini aku hanya ingin mencari kenyamanan, kebahagiaan dan keamanan. Aku terlalu mementingkan diriku sendiri.
Lalu apa yang sebenarnya ambisi yang Tuhan taruhkan atas kita? Ada beberapa poin yang bisa aku sampaikan yaitu:
1. Jalani hidup yang tenang
2. Lakukan urusanmu sendiri
3. Bekerjalah dengan tanganmu sendiri
4. Beritakan injil
5. Bersikaplah menyenangkan untuk Tuhan
Dengan kata lain, jangan stress kan dirimu dengan ketenaran atau kehidupan penuh kenyamanan. Jangan berusaha menyibukkan hidupmu, bergosip sana sini. Jadilah kreatif, biarkan Tuhan bekerja melalui hidupmu. Ceritakan kepada orang lain tentang siapa Tuhan dan hiduplah dengan iman.
Semua ambisi kita harusnya kembali kepada tujuan Tuhan menciptakan kita yaitu supaya seseorang bisa mengenal Dia.
Jadi hari ini apakah kamu mau berambisi untuk memperkenalkan Tuhan kepada seseorang?
tentang kampus